Kamis, 11 Desember 2014

Distribusi Peluang

Distribusi Peluang

Peluang diperlukan untuk mengetahui ukuran atau derajad ketidakpastian suatu peristiwa. Di dalam statistik, peluang dipakai antara lain terkait dengan cara pengambilan sampel dari suatu populasi.
Mengundi dengan sebuah mata uang logam atau sebuah dadu, membaca temperatur dengan termometer tiap hari, menghitung barang rusak yang dihasilkan tiap hari, mencatat banyak kendaraan yang melalui pertigaan jalan tertentu setiap jam, dan masih banyak contoh yang lain, merupakan eksperimen yang dapat diulangi. Semua hasil yang mungkin terjadi bisa dicatat. Segala bagian yang mungkin didapat dari hasil ini dinamakan peristiwa.

Contoh:
Eksperimen mencatat banyak kendaraan yang melalui sebuah tikungan X setiap jam. Hasilnya bisa didapat 0, 1, 2, 3, … buah kendaraan setiap jam yang melalui tikungan X.
Beberapa peristiwa yang didapat misalnya: tidak ada kendaraan selama satu jam, lebih dari tiga kendaraan selama satu jam, ada 6 kendaraan dalam satu jam, dsb.

Simbol untuk menyetakan peristiwa misalnya dengan huruf besar A, B, C, ….baik disertai indeks atu tidak. Misal: A berarti tidak ada kendaraan yang melalui tikungan dalam satu jam. B berarti ada 10 kendaraan yang melalui tikungan dalam satu jam, dsb.

Definisi: Dua peristiwa atau lebih dinamakan saling ekslusif jika terjadinya peristiwa yang satu mencegah terjadinya yang lain.

Contoh:
1.    Jika E menyatakan suatu peristiwa terjadi, maka E digunakan untuk menyatakan peristiwa itu tidak terjadi. Peristiwa-peristiwa E dan E jelas saling eksklusif.
2.    Jika E menyatakan barang yang dihasilkan rusak, maka E digunakan untuk menyatakan barang yang dihasilkan tidak rusak. Dua peristiwa E dan E jelas saling eksklusif.
3.    Jika muka G dan muka H digunakan untuk menyatakan dua sisi dari mata uang logam yang homogin, maka bila dilakukan pengundian dengan mata uang logam tersebut muka antara muka G dan muka H tidak akan pernah muncul secara bersamaan. Muka G dan muka H merupakan dua peristiwa yang saling ekslusif.
4.    Sebuah dadu dengan muka 6 memiliki muka satu (1 titik), muka dua (2 titik), muka tiga, …, muka enam. Bila dilakukan pengundian dengan dadu akan tampak hanya ada satu muka yang menghadap ke atas. Dalam hal ini akan didapat enam peristiwa yang saling eksklusif.

Definisi: Jika peristiwa E dapat terjadi sebanyak n kali di antara N peristiwa yang saling eksklusif dan masing-masing terjadi dengan kesempatan yang sama, maka peluang peristiwa E terjadi adalah n/N dan dinyatakan dengan P(E) = n/N.

Contoh:
1.    Pengundian dengan mata uang logam yang homogen dengan muka G dan muka H untuk menyatakan kedua sisinya. Jika E = muka G di atas, maka P(E) = P(muka G di atas) = ½ dan P(E) = P(H) = ½
2.    Pengundian dengan sebuah dadu yang homogen menghasilkan 6 peristiwa. Untuk E = muka 4 di atas, maka P(E) = P(muka 4 di atas) = 1/6. Dengan cara yang sama dapat diperoleh untuk P(E) = P(muka 1 di atas) = 1/6, P(E) = P(muka 2 di atas) = 1/6, P(E) = P(muka  di atas) = 1/6.
3.    Sebuah kotak berisi 20 kelereng yang identik kecuali warnanya. Di dalam kotak tersebut terdapat 5 kelereng warna merah, 12 warna kuning, dan sisanya warna hijau. Jika kelereng dalam kotak di aduk-aduk dan diambil secara acak dengan mata tertutup (setelah diambil dikembalikan lagi), maka peluang mengambil kelereng berwarna merah P(Merah) = 5/20 = ¼, peluang mengambil kelereng berwarna kuning P(Kuning) = 12/20 = 3/5, dan peluang mengambil kelereng berwarna hijau P(Hijau) = 3/20.

Berdasar rumus peluang dan beberapa contoh tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa P(E)= 0 bila n = 0 dan P(E) = 1 bila n = N. Secara matematika dituliskan 0 ≤ P(E) ≤1. Jika E menyatakan bukan peristiwa E, maka berarti jika P(E) = n/N maka P(E) = 1 – P(E). Hal itu berarti P(E) + P(E) = 1.

Contoh:
1.    Jika peluang muncul muka 6 pada pengundian dengan dadu adalah P(E) = P(6) = 1/6 maka peluang muncul bukan muka 6 adalah P(E) = P(bukan muka enam) = 1 – 1/6 = 5/6.
2.    Jika peluang mendapat hadiah adalah P(Hadiah) = 0,61, maka peluang tidak mendapat hadiah adalah P(Tidak dapat hadiah) = 1- 0,61 = 0,39.

Peristiwa-peristiwa yang saling eksklusif dihubungkan dengan kata ATAU . Untuk itu berlaku aturan: Jika k buah peristiwa E1, E2, E3, …, Ek, saling eksklusif, maka peluang untuk terjadinya E1 atau E2, atau … atau Ek sama dengan jumlah peluang tiap peristiwa. P(E1 atau E2 atau … atau Ek) = P(E1 + E2 + E3 + … + Ek).

Contoh:
1.    Sebuah kotak berisi 10 kelereng merah, 18 kelereng hijau, dan 22 kelereng kuning. Kecuali warna, lain-lainnya identik. Bila semua kelereng dimasukkan ke dalam kotak dan diaduk-aduk, maka berapakah peluang warna merah atau hijau yang terambil dari kotak jika kelereng diambil secara acak dengan mata tertutup?
Jawab:
Misal A = mengambil warna merah
         B = mengambil warna kuning
         C = mengambil warna hijau
         P(A) = 10/(10+18+22) = 0,2
         P(B) = 18/(10+18+22) = 0,36
         P(C) = 22/(10+18+22) = 0,44
Ketiga peristiwa di atas adalah saling eksklusif, sehingga berlaku:
P(A atau C) = P(A) + P(C) = 0,2 + 0,44 = 0,64
Hal itu berarti jika pengambilan kelereng dilakukan dalam jangka waktu lama, maka 64 dari setiap 100 kali mengambil akan terambil kelereng warna merah atau kuning.

2.    Ada 200 lembar undian berhadiah, dan di dalamnya terdapat sebuah hadiah pertama, 5 hadiah kedua, 10 hadiah ketiga, dan sisanya tak berhadiah. Berapakah peluang seseorang akan mendapatkan hadiah pertama atau kedua?
Jawab:
Misal   A = mengambil lembar undian hadiah pertama
         B = mengambil lembar undian hadiah kedua
         C = mengambil lembar undian hadiah ketiga
         D = mengambil lembar undian tanpa hadiah
         P(A) = 1/(1+5+10+184) = 0,005
         P(B) = 5/(1+5+10+184) = 0,025
         P(C) = 10/(1+5+10+184) = 0,05
         P(D) = 184/(1+5+10+184) = 0,92
Keempat peristiwa di atas adalah saling eksklusif, sehingga berlaku:
P(A atau B) = P(A) + P(B) = 0,005 + 0,025 = 0,03
Hal itu berarti jika pengambilan kertas undian dilakukan terus-menerus, maka 3 dari setiap 100 kali mengambil akan terambil lembar undian hadiah pertama atau hadiah kedua.

Hubungan kedua yang terdapat antara peristiwa adalah hubungan bersyarat. Dua peristiwa dikatakan mempunyai hubungan bersyarat jika peristiwa yang satu menjadi syarat terjadinya peristiwa yang lain. Peristiwa tersebut ditulis dengan A|B untuk menyatakan peristiwa A terjadi dengan didahului terjadinya peristiwa B. Peluangnya ditulis P(A|B) yang disebut peluang bersyarat. Jika terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa B tidak mempengaruhi terjadinya peristiwa A, maka A dan B disebut peristiwa peristiwa bebas atau independent. Untuk menyatakan kedua peristiwa terjadi maka ditulis A dan B atau P(A dan B) = P(A) . P(B)

Contoh:
1.    Jika dilakukan undian dengan sebuah mata uang sebanyak dua kali. Bila peristiwa A adalah tampak muka dan peristiwa B juga tampak muka, maka peristiwa A dan B adalah independent. Peluang peristiwa A dan peluang peristiwa B adalah P(A dan B) = P(A) . P(B) = ½ . ½ = ¼
2.    A menyatakan si Y akan hidup dalam tempo 80 tahun, B menyatakan si Z akan hidup dalam tempo juga 80 tahun. Jika diberikan P(A) = 0,65 dan P(B) = 0,52 Berapakah peluang si Y dan si Z dua-duanya akan hidup dalam tempo 80 tahun?
P(A dan B) = P(A) . P(B) = 0,65 . 0,52 = 0,338
3.    Sebuah kotak berisi 10 kelereng merah, 18 kelereng hijau, dan 22 kelereng kuning. Kecuali warna, lain-lainnya identik, dan di dalam kotak kelereng diaduk-aduk. Dari dalam kotak diambil kelereng dua kali, tiap kali sebuah kelereng. Kelereng yang telah diambil pertama tidak dimasukkan kembali ke dalam kotak. Berapakah peluang kelereng warna hijau bila kelereng pada pengambilan pertama berwarna merah?
Jawab:
Misal E = kelereng yang diambil pertama berwarna merah, dan F = kelereng yang diambil kedua kali berwarna hijau. Peristiwa-peristiwa E dan F tidak independent. P(E) = 0,2 merupakan peluang kelereng warna merah pada pengambilan pertama, dan P(F|E) = peluang kelereng pada pengambilan kedua berwarna hijau bila pada pengambilan kelereng pertama berwarna merah.
P(F|E) = 18/(9+18+22) = 18/49
P(E dan F) = P(E) . P(F|E) = 0,2 x 18/49 = 0,073
Merupakan peluang kelereng warna hijau pada pengambilan kedua setelah kelereng warna merah pada pengambilan pertama.

Hubungan yang ketiga adalah hubungan inklusif, yaitu atau A atau B atau kedua-duanya terjadi, P(A+B) = P(A) + P(B) – P(A dan B). Contoh: Tumpukan kartu bridge ada 52 kartu terdiri dari 4 kartu hati, keriting, wajik, dan skop. Tiap macam terdiri dari 13 kartu yang bernomor dari 2, 3, ..., 10, J, Q, K, dan AS. Peluang menarik kartu hati, keriting, wajik, dan skop masing-masing 0,25. Misalkan E = menarik kartu AS dari tumpukan dan F = menarik kartu hati. Dalam hal ini E dan F dua peristiwa yang tidak eksklusif karena kita dapat menarik selembar kartu As dari kelompok kartu hati. Peluang menarik kartu AS atau sebuah hati adalah:
P(E+F) = P(E) + P(F) – P(E dan F)
          = 4/52 + 13/52 – 1/52
          = 16/52 = 4/13

Probabilitas Diskrit

Variabel yang biasanya hanya dapat dinyatakan dengan bilangan bulat. Misal hasil pelemparan mata uang logam, apakah hasilnya muka satu atau dua. Contoh lain jumlah penduduk, jumlah mesin, jumlah kepala keluarga, dll.

Contoh probabilitas diskrit:
Jika sebuah mata uang dilemparkan sebanyak 3 kali, akan menghasilkan 8 kemungkinan keluaran, yaitu: MMM  MMB  MBM  MBB  BMM  BMB  BBM  BBB

Tampak M/B
X
Frekuensi Tampak M/B
Prob relatif
f(X)
Prob kum
F(X)
0
1
1/8
1/8
1
3
3/8
4/8
2
3
3/8
7/8
3
1
1/8
8/8
Jumlah
8
8/8


                                                                             8/8
                                                                             7/8

            3/8                                                          4/8

            1/8                                                          1/8
 


                           0    1   2   3                                                 0    1     2    3
Probabilitas Kontinue

Variabel yang biasanya hanya dapat dinyatakan dengan bilangan yang berada di suatu interval, misal: berat badan, lama bekerja dalam jam, dll. Jika X suatu variabel random kontinue, maka variabel X itu berada dalam suatu nilai:  -~ < X < +~ sehingga akan mempunyai probabilitas antara a dan b yakni P(a ≤ X ≤ b).



 




                      
- ~                                                    + ~
                                                     X

Permutasi

Jumlah alternatif susunan objek dalam suatu himpunan.

Kombinasi

Dalam kombinasi yang diperhatikan bukan urutan n tetapi kombinasi dari n tsb.


Kamis, 27 November 2014

Laporan atau langkah-langakah Membubut Poros Bertingkat

MEMBUBUT POROS BERTINGKAT
Tujuan Praktek
1.      Mahasiswa mampu menjelaskan cara pengoperasian Mesin Bubut .
2.      Mahasiswa mampu mengetahui jenis – jenis Mesin Bubut .
3.      Mahasiswa mampu menjelaskan bagian – bagian dari Mesin Bubut .
4.   Mahasiswa mampu mengetahui alat dan bahan yang digunakan.
5.     Mahasiswa mampu menguraikan proses pembuatan poros bertingkat.
6.    Mahasiswa mampu membubut rata muka.

ALAT DAN BAHAN YANG DIPERLUKAN
1.Mesin bubut.
 2.Alat ukur : Jangka sorong ( Tol 0,05 mm )
3.Alat potong :  - Pahat bubut ( HSS )
                              Ukuran 3/8 “ x 4”
                           - poros besi berdiameter > 22 mm dan > 100 mm.
4. Menyediakan senter bor.
5. Werpaak ( pakaian bengkel )
6.   Gergaji / alat pemotong
7.   Kaca Mata
8.   Helm
9.   Besi ( Benda Kerja )
10.  Gambar / Desain poros bertingkat.
C.KESELAMATAN KERJA
1.      Gunakanlah kecepatan putaran mesin yang sesuai.
2.      Segara laporkan suatu kecelakaan apa saja,bagaimanpun kecilnya
3.      Pakailah pakaian kerja.
4.      Janganlah memakai jam tangan,cincin dll
5.      Janganlah menyimpan alat-alat yang tajam dan sejenisnya di dalam saku pakaian kerja
6.      Jangan hidupkan mesin apabila kunci cekam masih berada pada cekam.
7.      Jangan menyandarkan tubuh pada mesin.
8.      Jangan hidupkan mesin untuk hal yang tak berguna
9.      Bekerjalah dengan hati-hati dan jangan terburu-buru.

TEORI DASAR
Mesin Bubut adalah suatu Mesin perkakas yang digunakan untuk memotong benda yang diputar.Bubut sendiri merupakan suatu proses pemakanan benda kerja yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja kemudian dikenakan pada pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar dari benda kerja. Gerakan putar dari benda kerja disebut gerak potong relatif dan gerakkan translasi dari pahat disebut gerak umpan.
Dengan mengatur perbandingan kecepatan rotasi benda kerja dan kecepatan translasi pahat maka akan diperoleh berbagai macam ulir dengan ukuran kisar yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menukar roda gigi translasi yang menghubungkan poros spindel dengan poros ulir.
Roda gigi penukar disediakan secara khusus untuk memenuhi keperluan pembuatan ulir.Jumlah gigi pada masing-masing roda gigi penukar bervariasi besarnya mulai dari jumlah 15 sampai dengan jumlah gigi maksimum 127.Roda gigi penukar dengan jumlah 127 mempunyai kekhususan karena digunakan untuk konversi dari ulir metrik ke ulir inci.

 Prinsip kerja mesin bubut

Poros spindel akan memutar benda kerja melalui piringan pembawa sehingga memutar roda gigi pada poros spindel. Melalui roda gigi penghubung, putaran akan disampaikan ke roda gigi poros ulir. Oleh klem berulir, putaran poros ulir tersebut diubah menjadi gerak translasi pada eretan yang membawa pahat. Akibatnya pada benda kerja akan terjadi sayatan yang berbentuk ulir.

Proses Pengecoran Logam

Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang pasir cetakan. Produk pengecoran disebut coran atau benda cor. Berat coran itu sendiri berbeda, mulai dari beberapa ratus gram sampai beberapa ton dengan komposisi yang berbeda, mulai dari beberapa ratus gram sampai beberapa ton dengan komposisi yang berbeda dan hamper semua logam atau paduan dapat dilebur dan dicor.
Proses pengecoran secara garis besar dapat dibedakan dalam proses pengecoran dan proses percetakan. Pada proses pengeceron tidak digunakan tekanan sewaktu mengisi rongga cetakan, sedang pada proses pencetakan logam cair ditekan agar mengisi rongga cetakan. Karena pengisian logam berbeda, cetakan pun berbeda, sehingga pada proses percetakan cetakan umumnya dibuat dari loga. Pada proses pengecoran cetakan biasanya dibuat dari pasir meskipun ada kalanya digunakan pula plaster, lempung, keramik atau bahan tahan api lainnya.
Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang pasir cetakan. Produk pengecoran disebut coran atau benda cor. Berat coran itu sendiri berbeda, mulai dari beberapa ratus gram sampai beberapa ton dengan komposisi yang berbeda, mulai dari beberapa ratus gram sampai beberapa ton dengan komposisi yang berbeda dan hamper semua logam atau paduan dapat dilebur dan dicor.
Proses pengecoran secara garis besar dapat dibedakan dalam proses pengecoran dan proses percetakan. Pada proses pengeceron tidak digunakan tekanan sewaktu mengisi rongga cetakan, sedang pada proses pencetakan logam cair ditekan agar mengisi rongga cetakan. Karena pengisian logam berbeda, cetakan pun berbeda, sehingga pada proses percetakan cetakan umumnya dibuat dari loga. Pada proses pengecoran cetakan biasanya dibuat dari pasir meskipun ada kalanya digunakan pula plaster, lempung, keramik atau bahan tahan api lainnya.

 v  PASIR
Ada dua cara pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir. Pembagian dilakukan berdasarkan jenis pola yang digunakan:
1)      Pola yang dapat digunakan berulang-ulang dan
2)      Pola sekali pakai


Urutan pembahasan proses pengecoran adalah sebagai berikut:
  1. Prosedur pembuatan cetakan
  2. Pembuatan pola
  3. Pasir
  4. Inti
  5. Peralatan (mekanik)
  6. Logam (telah dibahas dalam Bab 3 dan Bab 4)
  7. Penuangan dan pembersihan benda cor.

 v  PROSEDUR PEMBUATAN CETAKAN
Cetakan diklasifikasikan berdasarkan bahan yang digunakan:
  1. Cetakan pasir basah (green-sand molds)
Cetakan dibuat dari pasir cetak basah. Cetakan kulit kering (Skin dried mold)
  1. Cetakan pasir kering (Dry-sand molds)
Cetakan dibuat dari pasir yang kasar dengan bahan pengikat
  1. Cetakan lempung (Loan molds)
  2. Cetakan furan (Furan molds)
  3. Cetakan CO2
  4. Cetakan logam      Cetakan logam terutama digunakan pada proses cetak-tekan (die casting) logam dengan suhu cair rendah.
  5. Cetakan khusus     Cetakan khusus dapat dibuat dari plastic, kertas, kayu semen, plaster, atau karet.
Proses pembuatan cetakan yang dilakukan di pabrik-pabrik pengecoran dapat di kelompokkan sebagai berikut:
  1. Pembuatan cetakan di meja (Bench molding)
Dilakukan untuk benda cor yang kecil.
  1. Pembuatan cetakan di lantai (Floor molding)
Dilakukan untuk benda cor berukuran sedang atau besar
  1. Pembuatan cetakan sumuran (pit molding)
  2. Pembuatan cetakan dengan mesin (machine molding)
 v  Pembuatan Cetakan

Sebagai contoh akan diuraikan pembuatan roda gigi seperti pada Gambar 5.2 di bawah ini. Cetakan dibuat dalam rangka cetak (flak) yang terdiri dari dua bagian, bagian atas disebut kup dan bagian bawah disebut drag. Pak kotak cetak yang terdiri dari tiga bagian, bagian tengahnya disebut cheek. Kedua bagian kotak cetakan disatukan pada tempat tertentu dengan lubang dan pin.